Ilmu Tauhid Edisi 3
TAUHID ULUHIYYAH
Oleh : Al-Ustadz
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Tauhid Uluhiyyah artinya, mengesakan Allah SWT melalui segala pekerjaan hamba, yang dengan cara itu
mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT, apabila hal itu ada disyari’atkan
oleh-Nya, seperti; berdo’a, khauf (takut), raja’ (harap), mahabbah (cinta),
dzabh (penyembelihan), bernadzar, isti’anah (minta pertolongan), isthighotsah
(minta pertolongan disaat sulit), isti’adzah (meminta perlindungan) dan segala
apa yang disyari’atkan dan diperintahkan Allah SWT dengan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Semua ibadah ini dan lainnya harus
dilakukan hanya kepada Allah semata dan ikhlas karena-Nya. Dan tidak boleh
ibadah tersebut dipalingkan kepada selain Allah.
Sungguh Allah tidak akan ridha bila dipersekutukan
dengan sesuatu apapun. Bila ibadah tersebut dipalingkan kepada selain Allah,
maka pelakunya jatuh kepada Syirkun Akbar (syirik yang besar) dan tidak
diampuni dosanya. [Lihat An-Nisaa: 48, 116] [1]
Al-Ilah artinya al-Ma’luh, yaitu sesuatu yang disembah
dengan penuh kecintaan serta pengagungan. Allah Azza wa
Jalla berfirman:“Dan Rabb-mu adalah Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sesembahan yang haq melainkan Dia. Yang Mahapemurah lagi Maha-penyayang” [Al-Baqarah:
163]
Berkata Syaikh al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir
as-Sa’di Rahima-hullah (wafat
th. 1376 H): “Bahwasanya Allah itu tunggal Dzat-Nya, Nama-Nama, Sifat-Sifat
dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam Dzat-Nya, Nama-Nama,
Sifat-Sifat-Nya. Tidak ada yang sama dengan-Nya, tidak ada yang sebanding,
tidak ada yang setara dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada yang mencipta
dan mengatur alam semesta ini kecuali hanya Allah. Apabila demikian, maka Dia
adalah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi. Tidak boleh Dia disekutukan
dengan seorang pun dari makhluk-Nya[2]
Allah SWT berfirman:“Allah menyatakan bahwa tidak ada yang berhak disembah
dengan benar selain Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada yang berhak
disembah dengan benar selain-Nya, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana” [Ali ‘Imran:
18]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengenai Lata,
Uzza dan Manat yang disebut sebagai tuhan, namun tidak diberi hak Uluhiyah:“Itu
tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapakmu mengada-adakannya,
Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya…”[An-Najm:
23]
Setiap sesuatu yang disembah selain Allah SWT adalah bathil, dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla:“(Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru
selain dari Allah, itulah yang bathil, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang
Mahatinggi lagi Mahabesar” [Al-Hajj: 62]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman tentang Nabi Yusuf
'alaihis Sallam yang berkata kepada kedua temannya di penjara:“Hai kedua
temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu
ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa? Kamu tidak menyembah selain Allah,
kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu
membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama
itu…”[Yusuf: 39-40]
Oleh karena itu para Rasul ‘Alaihimus Salam berkata
kepada kaumnya agar beribadah hanya kepada Allah saja[3] “Sembahlah Allah olehmu sekalian, sekali-kali tidak
ada sesembahan yang haq selain daripada-Nya. Maka, mengapa kamu tidak bertaqwa
(kepada-Nya)” [ Al-Mukminuun: 32]
Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka
masih saja mengambil sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka
menyembah, meminta bantuan dan pertolongan kepada tuhan-tuhan itu dengan
menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan oleh
orang-orang musyrik ini telah dibatalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
dua bukti:
Pertama: Tuhan-tuhan yang disembah oleh mereka itu tidak mempunyai keistimewaan Uluhiyah sedikit
pun, karena mereka adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak dapat menarik
kemanfaatan, tidak dapat menolak bahaya, tidak dapat menghidupkan dan
mematikan.
Allah SWT berfirman:“Mereka
mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan
itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa
untuk (menolak) sesuatu kemu-dharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk
mengambil) sesuatu kemanfaatan pun dan (juga) tidak kuasa mematikan,
menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” [Al-Fur-qaan: 3]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:“Katakanlah:
‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Mereka tidak
memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka
tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit. Dan bumi dan
sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.’ Dan
tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, melainkan bagi orang yang telah
diizinkan-Nya memperoleh syafaat..” [Saba’: 22-23]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:“Apakah mereka
mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tidak dapat menciptakan
sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan
kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala
itu tidak dapat memberi pertolongan.” [Al-A’raaf: 191-192] Apabila keadaan tuhan-tuhan itu demikian, maka sungguh
sangat bodoh, bathil dan zhalim apabila menjadikan mereka sebagai ilah
dan tempat meminta pertolongan:
Kedua: Sebenarnya
orang-orang musyrik mengakui bahwa Allah SWT adalah
satu-satunya Rabb, Pencipta, yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu.
Mereka juga mengakui bahwa hanya Dia-lah yang dapat melindungi dan tidak ada
yang dapat melindungi-Nya. Ini mengharuskan pengesaan Uluhiyyah (penghambaan),
seperti mereka mengesakan Rububiyah (ketuhanan) Allah. Tauhid Rububiyah
mengharuskan adanya konsekuensi untuk melaksanakan Tauhid Uluhiyah (beribadah
hanya kepada Allah saja). Sebagaimana firman Allah :“Hai manusia,
sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar
kamu bertaqwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap. Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan
dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah
kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui”[Al-Baqarah:
21-22]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal
Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264
Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________________
Foote Note :
____[1]. Disebutkan
oleh Ibnu Katsir dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Atha’, Ikrimah, asy-Sya’bi,
Qatadah dan lainnya. Lihat Fathul Majiid Syarh Kitabit Tauhiid (hal. 39-40)
tahqiq Dr. Walid bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Furaiyan.
____[2]. Lihat Min
Ushuuli ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah dan Aqidatut Tauhiid (hal. 36) oleh
Dr. Shalih al-Fauzan, Fathul Majiid Syarah Kitabut Tauhiid dan al-Ushuul
ats-Tsalaatsah (Tiga Landasan Utama).
____[3]. Lihat
Taisirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 63, cet.
Mak-tabah al-Ma’arif , 1420 H).
Komentar