Ilmu Tauhid Edisi 1
TAUHID RUBUBIYAH, ULUHIYYAH DAN ASMA' WASH-SHIFAT
Oleh : Syaikh DR. Shalih Al Fauzan
Memahami Art Tauhid
Secara sekilas memahami apa itu Tauhid, secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il
wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu
satu saja. Syaikh Ibnu Sholeh Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat
kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu
yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Lihat Syarh
Tsalatsatil Ushul).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai
satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Lihat Syarh
Tsalatsatil Ushul). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa sesungguh
banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi mereka menyembah
Malaikat, menyembah para Nabi, menyembah orang-orang Shalih atau bahkan makhluk
Allah yang lain, namun bagi seseorang yang murni bertauhid, maka hanya menjadikan Allah SWT sebagai
satu-satunya sesembahan.
Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama
sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi
menjadi 3 aspek: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Nama dan Sifat
Allah (Asma’ Wash-Shifat).
Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dengan
amalan dan penyataan yang tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Tuhan, Raja, Pencipta
semua makhluk. Dan Allah-lah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Lihat
Al Jadid Syarh Kitab Tauhid).
Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan
mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya
diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan
badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al
Qur’an:
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang
baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka
menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang
kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan
menjawab ‘Allah’ ”. (Az Zukhruf: 87)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bernama Abdullah yang artinya hamba Allah. Padahal Abdullah diberi
nama demikian, Rasulullah tentunya belum lahir. Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis yang
atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak
mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka
lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Firqotun Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah
kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para
sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak
perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah
kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah
yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan
baik yang zhahir maupun batin (Lihat Al Jadid Syarh Kitab Tauhid). Dalilnya: “Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud "yang dicintai Allah?" Yaitu
segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala
sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat,
puasa, haji, bershadaqoh, menyembelih dan lain-lain, termasuk ibadah juga berdoa, cinta,
bertawakkal, istighotsah dan isti’anah adalah ibadah.
Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini
kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir
jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa,
beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini
juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid
uluhiyyah. Karena itu, Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang
paling ditekankan adalah Tauhid Uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para
rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya
jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath
Thahawiyah).
Maka perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang
sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun
mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal
tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah.
Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid
uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak memperhatian terhadap tauhid uluhiyyah itu sendiri?
Sedangkan Tauhid Nama dan Sifat Allah adalah mentauhidkan Allah Ta’ala
dengan nama dan sifat yang telah Ia tetapkan bagi dirinya dalam Al Qur’an dan
Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Bertauhid nama dalam dan sifat
Allah ialah dengan cara menetapkan nama dan sifat yang Allah tetapkan bagi
dirinya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari dirinya, dengan
tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul).
Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka
memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama
atau sifat Allah dari makna zhahirnya menjadi makna lain yang batil. Sebagai
misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi
‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat
Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas
langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal
Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk
yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha
menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih
dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya.
Padahal Allah berfirman yang artinya: “Tidak ada sesuatupun yang menyerupai
Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak mau menetapkan pengertian sifat-sifat
Allah, misalnya sebagian orang menolak bahwa Allah bersemayam (istiwa) di atas
Arsy kemudian berkata ‘kita serahkan makna istiwa
kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah
mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya
mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas
dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap
perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya adalah sia-sia karena tidak dapat
dipahami oleh hamba-Nya.
Pentingnya mempelajari tauhid
Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka,
apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang
dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan
artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat,
sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari.
Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah SWT namun ia tidak mengenal
Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu
nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang
akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam
perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah.
Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang
benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata:
“Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung
kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu
tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang
asma-asma-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Lihat
Syarh Ushulil Iman).
Komentar